Muhammad Subhan (lahir di Medan, Sumatra Utara, 3 Desember 1980; umur 38 tahun) adalah seorang sastrawan dan penulis Indonesia.
Ia merupakan pendiri serta ketua Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Bersama Aliya Nurlela ia mendirikan FAM Indonesia pada tanggal 2 Maret 2012, dan berkantor pusat di Pare, Kediri, Jawa Timur. Sebelumnya Muhammad Subhan juga dikenal sebagai seorang jurnalis.
Cerpen, puisi, esai, dan artikelnya telah diterbitkan di sejumlah media, di antaranya Serambi Indonesia (Banda Aceh), Waspada (Medan), Haluan, Singgalang, Padang Ekspres, Koran Padang, Metro Andalas (Padang), Rakyat Sumbar (Bukittinggi), Horison, Sabili (Jakarta), Kaltim Post (Banjarmasin), dan lainnya.
Pendidikan
Pendidikan sampai kelas dua SD ia lalui di kota Medan, Sumatra Utara. Setelah itu ia pindah ke Lhokseumawe seiring kepindahan orangtuanya. SMP dan SMA kemudian ia selesaikan di Kruenggeukueh, Aceh Utara (SMP Negeri 1 Dewantara dan SMU Negeri 2 Lhokseumawe). Ia pernah kuliah di Jurusan Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perdagangan (STIE-P) Padang dan Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yayasan Kebangkitan Islam (YKI) Padang. Namun, di dua kampus ini ia hanya mampu menyelesaikan beberapa semester saja karena kesibukan pekerjaannya sebagai jurnalis sehingga menyita waktu kuliahnya. Tekad yang kuat untuk belajar akhirnya membuahkan hasil setelah ia dinyatakan lulus sebagai sarjana di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Imam Bonjol Padangpanjang, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI).
Muhammad Subhan berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang Aceh dari Sigli, namun lama tinggal di Lhokseumawe dan Kruenggeukueh, Aceh Utara bekerja sebagai pekerja kasar, sedangkan ibunya seorang Minang asal Kajai, Pasaman Barat seorang buruh cuci di rumah-rumah orang.
Setelah ayahnya meninggal dunia pada 15 Maret 2000, kehidupannya pun semakin 'susah' karena tidak lama setelah itu ibunya juga mulai sakit-sakitan (rematik dan asam urat akut). Sebagai anak tertua dari empat bersaudara, ia kemudian mengajak ibunya pulang kampung ke Kajai, Pasaman Barat. Sedangkan dirinya sendiri mencari nafkah di kota Padang dengan menjadi salesman barang kebutuhan harian sampai berjualan majalah. Di Padang itu pula, ia mengabdikan diri sebagai gharin (marbot; pengurus) musala di kawasan Air Tawar Barat, dekat kampus Universitas Negeri Padang (UNP). Pengabdian sebagai gharin dilakoninya sejak tahun 2000 hingga 2004.